Selasa, 29 November 2011

Gatot Didemo 35 Ormas Islam


MEDAN-Kemarin, Senin (28/11), Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho menjadi pusat perhatian. Pasalnya, selain didemo oleh massa dari 35 organisasi massa (Ormas) Islam terkait Masjid Al Ikhlas, PLN juga memberi pernyataan akan melakukan somasi Plt Gubsu soal PLTA Asahan III.
Pada aksi demo di halaman Gedung DPRD Sumut, Senin (28/11), sejatinya massa mengutuk pembongkaran Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan, yang sampai saat ini tidak mendapat respon positif dari Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho. Bukti tidak ada respon positif dari Gatot adalah sampai saat ini, tidak terbersit niat untuk melakukan pembangunan masjid sebagai pengganti Masjid Al Ikhlas tersebut.
“Harus ada langkah konkret, misalnya pembangunan masjid sebagai pengganti masjid Al Ikhlas yang dirubuhkan, dan dianggarkan di APBD. Harusnya pemerintah Sumut segera membahas hal ini dengan segenap Muspida Plus,” tegas Ustad Suhairi, salah seorang orator dalam aksi tersebut.
Sementara itu, orator dari Pemuda Muslimin Indonesia (PMI) Kota Medan, Muslim Kamal, dalam orasinya menyatakan Gatot tidak mampu menepati dan merealisasikan janjinya. “Plt Gubsu harus mampu merealisasikan janji-janjinya untuk menjaga kondusifitas umat Islam di Sumut. Karena keadaan seperti ini, membuat umat Islam di Sumut gerah dan merasa terganggu,” tegasnya.
Selain PMI, ormas Islam lainnya yang hadir antara lain MUI Sumut, MUI Medan, Muhammadiyah, Ikadi, Ibnu Sabil, Pemuda Islam, Muslim Institute, JBMI, BKRM Deliserdang, ICMI Medan, ICMI Muda, BKPRMI, PMII, HMI Fisipol USU, IMM se-Kota Medan, Puluhan jemaah masjid Al Ikhlas Jalan Timor Medan, dan sebagainya. Satu per satu orator dari 35 ormas Islam menyampaikan orasinya. Bahkan, salah seorang orator dari aksi tersebut sempat mengecam dan mengatakan bahwa kinerja Plt Gubsu hanya duduk berdiam diri di ruangan ber-AC, sementara rakyat yang dipimpinnya tengah tertindas atas ketidakadilan yang terjadi.
Tidak hanya itu, di tengah berlangsungnya rapat paripurna DPRD Sumut yang membahas tentang Penyampaian Nota Keuangan dan R-APBD 2012, kemarin, segenap massa yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Penyalur Aspirasi Rakyat (Lempar), ‘menyeruduk’ gedung DPRD Sumut berupaya ‘mengingatkan’ para anggota dewan agar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumut 2012 terbebas dari korupsi. Untuk menjaga itu, menurut demonstran, Plt Gubsu harus menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum Of Understanding (MoU), guna menjamin tidak ada persenan dalam penyusunan dan pengesahan APBD 2012.
Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri yang menerima para demonstran menegaskan, tidak ada persenan apa pun dalam pembahasan, penyusunan dan pengesahan APBD Sumut 2012 mendatang. Sigit juga meminta masyarakat agar sama-sama mengawal keberlangsungan APBD 2012 mendatang.
Read More..........

Pentingnya Roadmap Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Permasalahan utama yang dihadapi oleh institusi pemberantasan korupsi saat ini salah satunya berkaitan fungsi koordinasi dan supervisi institusi terkait. Salah satu permasalahan tersebut sepertinya juga dirasakan oleh Indonesian Corruption Watch , selaku salah satu lembaga yang serius dalam memperhatikan permasalahan korupsi di Indonesia.
Keseriusan tersebut salah satunya tergambar dalam forum yang dikemas dalam bentuk Seminar Nasional mengenai “Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi KPK” di Hotel Ritz Carlton, Jakarta hari kamis, 27 Oktober 2011 lalu.
Dalam seminar sesi kedua, saya diamanahkan untuk menjadi salah satu pembicara dari unsur komisi III DPR yang membidangi hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Selain saya, dalam sesi yang sama juga hadir tiga narasumber lain, yakni Farouk Muhammad, anggota DPD RI yang pernah menjadi direktur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Dadang Trisasongko yang merupakan penggerak antikorupsi dari organisasi Kemitraan (Partnership), serta Zainul Arifin Mochtar, direktur PuKAT Korupsi FH UGM.
Koordinasi dan supervisi menjadi isu yang hangat diperbincangkan ketika kita membahas hubungan antara KPK dengan kepolisian dan kejaksaan, selaku institusi hukum lainnya di Indonesia yang secara langsung memiliki peran dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Tidak dapat dipungkiri, kondisi hubungan antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi dirasa kurang terjalin dengan harmonis. Hubungan yang kurang sehat tersebut sudah sepantasnya tidak bisa dibiarkan. Mengapa? Karena ketiga institusi tersebut merupakan “trisula utama” dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Berkaitan dengan pentingnya posisi KPK, kejaksaan, dan kepolisian dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, seharusnya perlu ada teamwork yang kuat dari ketiga institusi tersebut. Tidak hanya itu, berkaitan dengan koordinasi dan supervisi, sudah menjadi sesuatu yang wajar jika KPK, kejaksaan, dan kepolisian duduk bersama, untuk menyusun grand skenario untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi secara berkesinambungan.
Kenapa koordinasi dan supervisi antar institusi pemberantasan korupsi seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian penting? Satu hal yang bisa menjadi jawaban. Masing-masing dari institusi tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan. Misalnya, KPK memiliki keterbatasan sumber daya dan jangkauan dalam penanganan korupsi di Indonesia. Di balik keterbatasannya itu, KPK sudah tidak diragukan lagi kredibilitasnya berkaitan dengan keberhasilan dalam menangani beberapa kasus korupsi. Sementara itu, sebenarnya keterbatasan sumber daya yang menjadi kekurangan KPK sudah bisa dicover oleh kepolisian dan kejaksaan, yang telah memiliki sumber daya yang lebih besar.
Di sisi lain, masih berkaitan dengan penanganan kasus korupsi di Indonesia, anggaran tentu menjadi hal yang penting. Dari jejak rekam yang ada, di tahun 2010, ketiga institusi tersebut memiliki anggaran yang berbeda dalam penanganan per kasus korupsi. Kepolisian misalnya, setiap kasus tipikor yang ditanganinya, institusi tersebut mengeluarkan biaya sebesar 37 juta rupiah per kasus. Kepolisian dalam hal ini merupakan institusi paling efisien dibanding dengan kejaksaan dan KPK. Kejaksaan mengeluarkan biaya per kasus sebesar 48 juta, sementara KPK mengeluarkan biaya per kasus sebesar 400 juta.
Untuk kedepannya, berkaitan dengan anggaran penanganan tindak pidana korupsi, komisi III DPR RI mengusahakan untuk menaikkan anggaran tersebut. Hal ini tentu saja bertujuan untuk meningkatkan kinerja kepolisian, KPK, dan kejaksaan dalam pencegahan serta pemberantasan tipikor di Indonesia. Hingga saat ini, anggaran yang diusulkan di komisi III DPR mengenai biaya per penanganan tipikor di tahun 2012 adalah sebesar 68 juta rupiah untuk kepolisian, 81 juta rupiah untuk kejaksaan, dan 736 juta rupiah untuk KPK.
Kedepan, saya membayangkan bahwa ketiga institusi, kepolisian, kejaksaan, dan KPK punya peta korupsi dan roadmap pemberantasan korupsi bersama. Keberadaan peta korupsi dan roadmap pemberantasan korupsi merupakan media untuk mempermudah koordinasi dan supervisi antar lembaga antikorupsi tersebut.
Tidak hanya itu, di era teknologi seperti saat sekarang ini, untuk melakukan koordinasi dan supervisi antar lembaga juga bisa memanfaatkan sistem online. Hal ini tentu saja akan sangat berguna bagi ketiga institusi tersebut agar muncul keterbukaan serta keselarasan bersama dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia. Sumber - tjatursaptoedy.com
Read More..........

PEMUDA, TAMENG KEBUDAYAAN NASIONAL


Ada degradasi dalam tatanan adat istiadat dan budaya kita. Bila ini terus dibiarkan maka akan membahayakan jatidiri dan identitas bangsa, sebab keberadaan keduanya ada dalam budaya. Kebiasaan merendahkan karya bangsa adalah salah satu hal yang menyebabkan bangsa ini terus digerus kemeralatan budaya. Hampir tidak ada kebanggaan berbangsa, apalagi kebanggaan pada karya bangsa sendiri.

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ketahanan budaya bangsa ini rapuh. Bangsa kita tidak berdaya menghadapi dinamika perubahan. Ketidakberdayaan itu diperparah oleh hilangnya identitas dan rendahnya produktivitas. Kerumunan bangsa ini disibukkan aktivitas pencitraan alternatif dan belanja konsumsi. Tidak ada pemberdayaan pemuda, kosong pemberdayaan budaya.

Degradasi dalam tatanan budaya itu harus dirumuskan dalam satu kesempatan untuk membangun gerakan pelestarian budaya. Upaya itu dapat dilakukan melalui pemberdayaan pemuda dan budaya. Langkah pertama adalah menentukan siapa (tokoh, figur, panutan, pakar) yang bisa untuk mempengaruhi pemuda dan merumuskan siapa yang harus diberdayakan.
Implementasi soal siapa yang mempengaruhi pemuda dapat dilakukan dengan merangkai ketokohan yang selalu menjadi panutan kaum muda, mulai dari kalangan tokoh agama, tokoh adat, kalangan artis, perguruan tinggi, tokoh masyarakat dan bahkan partai politik..  Mereka bisa berfungsi sebagai supporter dan fasilitator. Rangkaian ketokohan ini harus melibatkan pemerintah dan perguruan tinggi untuk secara efektif menghasilkan “assimilasi dan dinamika” bagi pemberdayaan pemuda dan budaya.

Soal bagaimana cara pemuda mewujudkan pemberdayaan budaya, beberapa langkah berikut bisa dilakukan, yaitu; pertama, menggali semua jenis aktivitas budaya, seperti tradisi-tradisi tradisi-tradisi lokal setempat. Kedua, melestarikan output-output budaya melalui event-event budaya. Ketiga, menggerakkan secara serasi antara aktivitas kehidupan masyarakat dengan budaya setempat, 
Read More..........
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...