Senin, 28 Mei 2012

Sergai Gelar Fasilitasi Kab/Kota Layak Anak

Perbaungan- Sebagai bentuk komitmen dan keseriusan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Pemkab Sergai) memberikan jaminan perlindungan hak-hak anak dengan kebijakan di bidang partisipasi anak antara lain dengan membentuk wadah-wadah partisipasi anak.
Salah satu perwujudan dari hal tersebut adalah dibentuknya Forum Anak Daerah Serdang Bedagai (Fadase) beberapa waktu yang lalu untuk memenuhi hak anak agar terencana dan terlaksana secara menyeluruh.
Pemkab Sergai menindaklanjuti kegiatan fasilitasi layak anak guna mendukung eksistensi keberadaan Forum Anak dengan menggelar kegiatan Fasilitasi Kabupaten/Kota Layak Anak tahun 2012.
 Hal ini dikemukakan Wakil Bupati (Wabup) Sergai Ir. H. Soekirman dalam sambutannya yang diikuti sebanyak 120 orang dari tiga desa layak anak yakni Desa Sei Buluh Kecamatan Perbaungan, Desa Petuaran Hilir Kecamatan Pegajahan dan Desa Dolok Merawan Kecamatan Dolok Merawan di Balai Desa Sei Buluh Kecamatan Perbaungan, Selasa (22/5).
Turut hadir dalam acara Ketua GOPTKI Ny. Hj. Marliah Soekirman, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB Sergai Hj. Irwani Jamilah SH, Camat Perbaungan Drs. Akmal, Ketua TP. PKK dari Kecamatan Perbaungan, Pegajahan dan Dolok Merawan, Kades Sei Buluh Sukardi, perwakilan dari SKPD se-Sergai, Ketua Fadase Gusti Ramadhan, Tim Gugus Tugas Desa Layak dari beberapa kecamatan.
Lebih lanjut dikatakan Wabup Soekirman bahwa kegiatan fasilitasi ini sebagai sarana untuk memperoleh masukan-masukan dan kesamaan pemahaman secara sinergis antara lembaga pemerintah, LSM, sektor swasta dan dunia usaha serta tokoh masyarakat pemerhati anak yang nantinya diharapkan dapat melahirkan suatu kebijakan yang mengintegrasikan isu-isu perlindungan dan peningkatan kualitas anak.
Selain itu diharapkan bagi peserta fasilitasi dapat meningkatkan pengetahuan mengenai Kabupaten/Kota layak anak secara sederhana dan mencari solusi terhadap masalah sosial anak yang amat kompleks yang akhir-akhir ini kerap terjadi sehingga nantinya dapat disampaikan kepada masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk mencapai upaya Pemkab Sergai dalam mempersiapkan dan mewujudkan wilayah tanah bertuah negeri beradat ini menjadi Kabupaten Layak Anak dengan generasi yang berkualitas, jelas Wabup Soekrman.
Belum terpenuhinya hak-hak anak secara maksimal menyebabkan terjadinya masalah sosial anak antara lain perdagangan dan eksploitasi anak, dalam bidang kesehatan meningkatnya angka kematian bayi dan  gizi buruk. Begitu juga dengan masalah lingkungan yang kurang bersih untuk itu Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus disampaikan kepada anak.
Dalam berkomunikasi dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang semakin berkurang antar anggota keluarga, padahal keluarga merupakan unit terkecil dalam membangun komunikasi dan paling berpengaruh dalam membentuk karakter anak terhadap lingkungan sekitarnya, ujar Soekirman.
Maka untuk itu diharapkan kepada kita semua, terutama bagi para SKPD di daerah ini agar benar-benar dapat memahami dan melaksanakannya sesuai dengan tugas masing-masing serta menyatukan pandangan dalam menciptakan pembangunan yang peduli terhadap kebutuhan dan kepentingan anak, harap Wabup Sergai.
Sebelumnya Panitia Penyelenggara Dra Hj. Salmiah MM dalam laporannya mengatakan kegiatan fasilitasi ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut sejak tanggal 22 – 24 Mei 2012.(ARM)
Read More..........

Kader PAN Diminta Hindari Konflik

Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengingatkan para pengurus daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk belajar dari Pemilu 2009.
Beberapa target pemenangan pemilu yang meleset harus diperbaiki agar membuahkan hasil yang memuaskan pada Pemilu 2014 mendatang. Dia juga meminta jajaran DPW PAN Jawa Barat belajar dari kegagalan dengan melakukan konsolidasi sejak dini secara intensif.“Jangan kenal lelah dan seluruh jajaran partai harus sangat menghindari konflik,”tegasnya di sela rapat koordinasi bersama DPD PAN se-Bandung Raya di Kota Cimahi, Jawa Barat,kemarin.
Kegiatan itu juga dihadiri Sekretaris Jenderal DPP PAN Taufik Kurniawan,Ketua Pedoman Organisasi dan Keanggotaan (POK) DPP PAN Hafisz Tohir, Wakil Sekjen DPP PAN Ibrahim Kadir Tuasamu Ibnu Biladudin, Ketua DPD PAN Kota Cimahi Dedi Kuswandi, Ketua DPD PAN Kota Bandung Juniarso Ridwan,dan Ketua DPP BM PAN Soni Sumarsono. Amien mengaku sangat yakin bila semua kader bekerja secara sungguh-sungguh,kejayaan PAN di Jawa Barat akan kembali.
“Kita menang di sini (Jawa Barat) bukan sesuatu yang mustahil,”ujar Amien. Sementara itu, Sekjen DPP PAN Taufik Kurniawan mengungkapkan, target PAN mengulang massa kejayaannya di Jawa Barat merupakan harga mati. Bila pada Pemilu 1999 PAN berhasil memperoleh 8 kursi DPR dari Jawa Barat dan pada 2009 Jawa Barat hanya menyumbang 8 kursi, pada 2014 para kader harus solid mengejar target dua digit suara.
“Minimal kita meraih hasil pada Pemilu 1999 dan mengantarkan Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa menjadi presiden,” katanya. Untuk mewujudkan hal tersebut, lanjutTaufik,para kader harus bekerja sungguh-sungguh. Dia menyatakan,Pemilu 2014 adalah momentum kebangkitan PAN. Ketua DPW PAN Jawa Barat Edi Danardi menyatakan siap untuk memimpin mewujudkan target bahwa Jawa Barat menjadi lumbung suara PAN pada 2014 nanti.
“Saat ini PAN Jawa Barat telah secara intensif melakukan konsolidasi hingga ke ranting-ranting.Tanpa kesiapan infrastruktur hingga tingkat RT, akan sulit bagi PAN untuk memenangi pemilu nanti,”katanya. Sumber : Seputar Indonesia
Read More..........

Haji Agus Salim: Diplomat Minang Berlidah Pedang : The Grand Old Man

Di panggung rapat Sarekat Islam itu, Muso –kelak menjadi tokoh Partai Komunis Indonesia– berdiri, kokoh. Dia melihat para anggota rapat, tersenyum.

“Saudara, saudara, seperti apa orang yang berjanggut itu,” tanyanya.

Para peserta seperti kaget. Tapi, mereka menjawab juga. “Kambing!”

“Lalu, seperti apa orang yang memasang kumis,” tanya Muso lagi.

“Kucing!”

“Terimakasih.” Muso tergelak, lalu turun dari podium.

Kemudian, seorang lelaki kecil, berjanggut panjang, berkumis, naik podium. Dia tersenyum sebentar pada peserta rapat. Mengelus janggutnya, berdehem, dan bertanya, “Tahukah Saudara, seperti apa orang yang tidak berkumis dan berjanggut?”

Koor jawaban pun bergema. “Anjing!”

Lelaki berjanggut itu tersenyum. Kemudian meneruskan pidatonya, menjelaskan agenda Sarekat Islam dalam menghadapi politik kolonialisasi Belanda.

Lelaki berjanggut dan berkumis panjang itu adalah Haji Agus Salim, pentolan Sarekat Islam. Sejak awal, dia memang agak berbeda sikap dengan Muso. Tapi, Agus Salim selalu menanggapi semua perdebatan dengan Muso, bahkan sampai menyentuh hal yang amat pribadi. Bagi Agus Salim, setiap perdebatan harus ia hadapi, dan mesti ia menangi.

“Jarang ada yang mau menghadapi Agus Salim dalam berdebat. Ia amat ahli berkelit, bernegosisi, dan lidahnya amat tajam kala mengecam,” jelas Mohamad Roem, rekan Agus Salim semasa aktif di Jong Islamieten Bond.

Menolak Bea Siswa

Agus Salim lahir di kota Gedang, Bukittinggi, Sumatera Barat, 8 Oktober 1884. Ia anak keempat dari Haji Moehammad Sali, jaksa di pengadilan negeri setempat. Karena kedudukan ayahnya itu, Agus kecil yang bernama asli Mashudul Haq, dapat bersekolah Belanda. Hebatnya, lelaki yang memang sedari muda suka memelihara janggut ini, amat pintar. Waktu lulus dari Hogere Burgerschool (HBS) di usia 19 tahun, ia meraih predikat sebagai lulusan terbaik untuk wilayah tiga kota: Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Karena itu, Agus kemudian mengajukan permintaan beasiswa pada pemerintaan Belanda. Tapi, permintaan itu ditampik. Agus Salim patah arang.

Sementara itu, di Jawa, tepatnya di Jepara, Kartini yang mendapat beasiswa tapi tak diizinkan orang tuanya, mendesak pemerintahan Belanda untuk menghibahkan beasiswa itu pada Agus Salim. Pemerintah Belanda menyanggupi. Tapi apa kata Agus Salim?

“Jika beasiswa itu diberikan kepadaku karena desakan Kartini, dan bukan karena penghargaan atas diriku sendiri, lebih baik tidak akan pernah kuterima,” kecamnya.

Sebagai sikap pembangkangan, Agus Salim bahkan hengkang ke Jeddah, dan belajar pada ulama di sana, sambil bekerja di konsulat Belanda.

Karier politik Agus Salim bermula saat dia pulang ke Indonesia, dan bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis di Sarekat Islam. Waktu kedua tokoh SI itu mundur dari Volksraad (dewan rakyat), Agus menggantikannya. Tapi, karena Belanda tak juga mengubah kebijakanannya pada Indonesia, Agus pun akhirnya mundur.

SI kemudian pecah, antara golongan Semaun dan Muso yang condong ke garis kiri, dan Agus Salim-Tjokro yang tetap di jalur agama. SI Semaun-Muso berkembang menjadi partai komunis, sedangkan Agus Salium kemudian aktif di Jong Islamieten Bond.

Di organisasi baru ini, Agus pernah dituduh memecah belah pemuda berdasarkan sentimen keagamaan. Tapi Agus menolak, dan mengajak berdebat, dan dia menang.

Di lembaga ini Agus kemudian melakukan gebrakan. Dalam kongres Jong Islamieten Bond di Yogyakarta 1925, peserta lelaki dan wanita duduk terpisah dan berbatas tabir, sesuai syariah Islam. Tapi, dua tahun kemudian, dalam kongres di Solo, Agus atas nama pengurus membuka tabir itu, setelah menjelaskan penafsirannya. Semangat pembaruan Islam ini terus berkembang.

“Ajaran dan semangat Islam, memelopori emansipasi perempuan. Itu pasti,” ucapnya, berapi. Kisah ini sering diucapulangkan Seokarno dalam tiap pidatonya, untuk menerangkan perlunya memandang Islam dan berbagai agama dengan dada terbuka.

Tak Hirau Harta Dunia

Setelah Indonesia merdeka, bakat debat dan ketajaman lidah Agus Salim dimanfaatkan untuk menyokong politik luar negeri Indonesia. Agus menjadi diplomat, yang bahkan atas lobinya, Mesir mau mengakui kemerdekaan Indonesia pertama kali. Dalam perjanjian dengan Belanda dan negara lain pun, Agus pasti disertakan. Tapi, sebagai pejabat negara, hidup keseharian Agus tak ubahnya rakyat jelata.

Hidupnya berpindah dari satu rumah kontrakan ke kontrakan lain. Kadang, rumah itu hanya satu kamar, di gang becek, dan dia huni bersama 8 anaknya, serta ribuan buku koleksinya.

Tapi, menjadi miskin tak membuat keluarga itu murung. Penampikan Agus pada harta tak membuat anaknya kehilangan kegairahan dan keceriaan hidup. Mohamad Roem yang acap bertandang, menjadi saksi: “Kegembiraan berada di tengah keluarga Agus Salim, membuat kita acap lupa, sungguh betapa melaratnya keluarga ini,” katanya.

Agus Salim memang tak dendam pada kemiskinannya. Yang ia dendami adalah perlakuan Belanda yang menolak beasiswa dia. Karena itu, sedari lahir, tak pernah anaknya ia sekolahkan formal, kecuali yang bungsu. Agus mendidik sendiri anaknya dengan cinta dan pengertian. Bermain bagi Agus adalah belajar, belajar juga adalah permainan.

Hebatnya, sistem pendidikan informal ini cukup berhasil. Anak tertuanya, Jusuf Taufik, telah mampu membaca Mahabrata berbahasa Belanda di usia 13 tahun, dan yang lainnya, di usia belasan telah mampu menghapal syair Belanda. Perlu diketahui, tata bahasa Belanda amat sulit, sehingga butuh ketekunan yang luar biasa untuk bisa menguasainya.

Bagi Agus Salim, keberhasilan dirinya dia ukur dengan kemampuannya mengantarkan jiwa merdeka dan mandiri bagi anak-anaknya, tak menggantungkan hidup pada orang atau bangsa lain.

Jiwa yang merdeka ini, lidah yang amat tajam ini, dan otak yang luar biasa cemerlang itu, akhirnya rebah, 4 November 1954, di usia 70 tahun, sambil tersenyum. Dia tak pernah berhutang pada dunia.

Sumber (http://rumahputih.net/2008/10/14/diplomat-minang-berlidah-pedang/)
Read More..........

Kamis, 24 Mei 2012

SEJARAH AWAL PERMUSUHAN REAL MADRID DAN BARCELONA

Permusuhan antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Franco. Siapa Franco ini? Dia adalah seorang Jenderal yang menjadi penguasa diktator di Spanyol pada tahun 1930-an. Barcelona, sampai sekarang, adalah ibukota dari Provinsi Catalonia, yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque. Sejak dulu, orang-orang Catalonia ini menganggap diri mereka bukan bagian dari Spanyol, dan merupakan bangsa yang berada di bawah penjajahan Spanyol.

Franco melarang penggunaan bendera dan bahasa daerah Catalan. FC Barcelona kemudian menjadi satu-satunya tempat dimana sekumpulan besar orang dapat berkumpul dan berbicara dalam bahasa daerah mereka. Warna biru dan merah marun Barcelona menjadi pengganti yang mudah dipahami dari warna merah dan kuning (bendera) Catalonia.

Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suol, Presiden Barcelona waktu itu, dibunuh oleh pihak militer pada tahun 1936, dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938. Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona diinstruksikan (dibawah ancaman militer) untuk kalah dari Real.

Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid. Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam 1 serangan dan mencetak 1 gol. Skor akhir 11-1, dan 1 gol itu membuat Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan pengaturan pertandingan dan dilarang untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya.

Sejak saat itu FC Barcelona menjadi semacam klub anti-franco dan menjadi simbol perlawanan Catalonia terhadap Franco, dan secara umum, terhadap Spanyol. Ada juga klub-klub lain di Catalonia seperti Athletic Bilbao dan Espanyol. Athletic Bilbao sampai saat ini tetap pada idealismenya untuk hanya merekrut pemain-pemain asli Basque, tetapi dari segi prestasi tidak sementereng Barcelona.

Demikian juga dengan Espanyol. Sementara yang dijadikan simbol musuh, tentu saja, adalah klub kesayangan Franco yang bermarkas di ibukota Spanyol, FC Real Madrid. Sebagai sebuah simbol perlawanan, kultur dan karakter Barcelona kemudian terbentuk dengan sendirinya. Siapapun pelatihnya, dan gaya apapun yang dipakai, karakternya hanya satu: Menyerang!.

Sebagai penyerang, Barcelona bermaksud untuk mendobrak dominasi Real Madrid (dan bagi orang Catalonia, mendobrak dominasi Spanyol). Untuk itulah Barcelona pantang bermain bertahan, karena itu adalah simbol ketakutan. Kalah atau menang adalah hal biasa. Tapi keberanian memegang karakter, itulah yang menjadi simbol perlawanan.

Pada tahun 50-an dan 60-an, Barca memang tertutup oleh kejayaan Real Madrid yang waktu itu diperkuat Ferenc Puskas, Di Stefano, dsb. Sebagai anak emas Franco sejak tahun 1930-an, Real Madrid memang selalu memiliki sumber dana besar untuk belanja pemain. Barcelona sendiri, pada 2 dasawarsa tersebut hanya bisa memenangi 4 kali liga spanyol, 2 kali piala raja, dan satu kali piala Inter City Honest (yang kemudian menjadi UEFA Cup).

Pada tahun 1973, seorang pemain Belanda yang kelak menjadi salah satu legenda Barcelona, Johan Cruyff, bergabung dari Ajax. Dalam pernyataan persnya ketika diperkenalkan, Cruyff menyatakan bahwa ia lebih memilih Barcelona dibanding Real Madrid karena ia tidak akan mau bermain di sebuah klub yang diasosiasikan dengan Franco.

Bersama kompatriotnya, Johan Neeskens, mereka langsung membawa Barcelona memenangi gelar liga spanyol (setelah sebelumnya 14 tahun puasa gelar), dan dalam prosesnya tahun itu sempat mengalahkan Real Madrid di kandang Madrid sendiri dengan skor 5-0 (!).

Pada tahun itu Johan Cruyff dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Eropa, dan memberi nama anaknya dengan nama khas Catalan, yaitu Jordi. Statusnya sebagai legenda menjadi abadi. Jordi Cruyff sendiri pada akhirnya tidak pernah bisa sebesar ayahnya. Karir sepakbolanya lebih banyak dihabiskan di klub-klub medioker, meski sempat beberapa tahun memperkuat Manchester United.

Selanjutnya, permusuhan itu terus ada, meskipun tidak sesengit pada tahun-tahun awalnya, sampai sekarang. Bisa dibilang, rivalitas saat ini sudah lebih sportif dan berjalan dengan lebih sehat. Tapi permusuhan yang sejak dulu telah begitu mengakar menjadikan duel diantara keduanya selalu menjanjikan sesuatu yang spesial.

Inilah mengapa duel antara Barcelona dengan Real Madrid yang terjadi setidaknya 2 kali setiap tahunnya (di liga Spanyol) disebut dengan el classico, karena memang menyajikan satu duel klasik dengan sejarah panjang terbentang dibelakangnya.

Meski berulang setiap tahun, akan tetapi saking monumentalnya duel ini membuat Johan Cruyff dan Bobby Robson ketika menjadi pelatih Barcelona pada era akhir 1980-an sampai akhir 1990-an sampai mengibaratkan el classico sebagai sebuah perang, bukan sekedar pertandingan sepak bola.

Baik pelatih Real Madrid maupun pelatih Barcelona ketika menghadapi el classico akan merasa seperti membawa sepasukan serdadu perang, bukan sebuah kesebelasan sepak bola, karena begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan.

Demikian juga pertaruhan bagi pelatih, karena ketika dia diangkat sebagai pelatih seolah sudah ada beban yang diberikan oleh klub: "Anda boleh kalah dari siapa saja di liga ini, tapi JANGAN sampai kalah dari Real Madrid…!!

Meski begitu di dalam lapangan, peperangan ini sepanjang sejarahnya selalu berlangsung dalam sportifitas yang tinggi, karena sportifitas pun merupakan satu bentuk kehormatan yang harus dijaga. Ini soal nama baik.
Transfer pemain adalah salah satu bentuk perang di luar lapangan. Dalam hal ini, perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid (maupun sebaliknya) akan dianggap sebagai sebuah bentuk pengkhianatans Figo mungkin adalah salah seorang yang paling mengerti mengenai hal ini.

Direkrut oleh Barcelona pada tahun 1996, pemain Portugal yang kala itu bukan siapa-siapaa tersebut kemudian menemui masa-masa jayanya. Barcelona memberinya peranan signifikan sebagai sayap kanan tim, dan bersama Rivaldo membawa Barcelona berjaya pada akhir tahun 1990an.
Akan tetapi, pada tahun 2001, dunia tersentak ketika Figo menerima tawaran Real Madrid dengan iming-iming gaji dua kali lipat dan nilai transfer yang ketika itu menjadi rekor pembelian termahal seorang pemain sepak bola.

Nilai itu melebihi batas klausul transfer Figo, sehingga Barcelona harus menerima tawaran tersebut berdasarkan aturan Bosman. Meski begitu, transfer itu tetap tidak akan terjadi seandainya Figo secara pribadi tidak menerima tawaran Real Madrid. Toh akhirnya Figo berkhianat.

Dalam duel el classico tahun berikutnya, ketika pertandingan dilangsungkan di Nou Camp (kandang Barcelona), Figo menerima sambutan monumental yang mungkin tidak akan dilupakannya seumur hidup.
Seorang pendukung Barcelona di tengah-tengah pertandingan berhasil menerobos pagar petugas keamanan, sambil memakai bendera Barcelona sebagai jubah, kemudian berlari ke arah Figo membawa sebuah hadiah istimewa: sebuah kepala babi, lengkap dengan sedikit darah masih menetes dari lehernya. Ia kemudian melemparkan bendera Barcelona dan kepala babi itu ke arah Figo. Figo sendiri hanya terdiam menunduk beberapa saat, lalu berjalan menjauh. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu, karena ia tahu kepala babi itu adalah simbol keserakahan dan pengkhianatan.

Dalam hal prestasi, Real Madrid memang masih di atas Barcelona. Jarak prestasi itu terjadi terutama pada tahun 1950-1970an, ketika Real Madrid menjadi anak emas Franco dan memiliki kekuatan finansial jauh diatas Barcelona untuk membeli bintang-bintang sepakbola dari seluruh dunia dan tradisi itu masih berlanjut hingga sekarang. (El Clasico)


Read More..........
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...