Selasa, 24 Juli 2012

Islamnya Umar Ibnu Khattab

Umar gelisah tak bisa tidur malam itu. Ia kemudian keluar rumah. Purnama bersinar terang menerangi jalan-jalan kota Mekah yang sepi. Sejenak, Umar melihat seorang berjalan perlahan mendekati Ka'bah. Langkahnya begitu teratur, agak perlahan sebab jalan memang sedikit terjal. Orangnya berperawakan sedang, tidak tinggi, juga tidak pendek. Namun, berkesan ada kekuatan mengelilinginya. Umar segera tersadar, orang itulah yang sangat dibencinya. Orang yang telah membawa banyak problema bagi masyarakat Mekah akibat ajakannya pada Agama baru. Orang yang telah menantang tetuhanan yang telah mereka sembah sejak beberapa abad. Bahkan dengan gamblang orang tsb menyebut itu sebagai tuhan-tuhan palsu. Dan lebih lagi, ia justru mengajak pada Tuhan yang Satu. Orang yang telah memecah belah bangsa Quraish, memisahkan antara anak dan orang tua, menimbulkan perang antar saudara, penyebab bercerainya suami dan istri. Umar naik pitam. Tapi mencoba menahan diri. Ia berfikir, mestinya ada perhitungan dengan Muhammad, paling tidak agar da'wahnya berjalan tersendat.


Perjumpaan dengan Ummu Abdullah

Pagi sebelumnya, Umar berjumpa Ummu Abdullah, sepupunya sendiri. Ia mendapatinya sedang dalam persiapan hijrah ke Abisinia. Umar sempat berucap
"Engkau juga akan pergi?"
"Ya!", sahut Ummu Abdulah. "Umar! Engkau telah menyulitkan kehidupan kami", sambung Ummu Abdullah. "Satu-satunya celah menurutmu, hanya karena kami mempercayai Allah."

Umar terdiam, sebab ia sendiri tak punya alasan tepat untuk membenci sepupunya itu. Perasaan sedih juga merasut dalam dadanya, meyaksikan beberapa anggota klannya sediri meninggalkan Mekah. Tak sadar, Umar berucap menimpali kata-kata Ummu Abdullah
"Mudah-mudahan Tuhan bersamamu"

Maka sejak itulah Ummu Abdullah punya keyakinan bahwa, mungkin suatu ketika Umar akan menjadi seorang muslim. Disampaikannya harapan itu pada suaminya, Amier. "Ah...tak mungkin!", kata Amier. "Seluruh keturunan Khattab boleh saja menjadi muslim, tapi dengan Umar...rasanya sangat jauh. Hatinya lebih keras dari karang." Bagi Umar sendiri, percakapannya dengan Ummu Abdullah meninggalkan kesan cukup dalam. Ia tak menemukan legitimasi atas penyiksaan yang telah dilakukannya pada orang-orang muslim. Sesungguhnya Umar merasa bersalah. Tapi gengsi dan rasa sombong masih melekat dalam dadanya, karena itulah ia gelisah, tak bisa tidur.

Sampai akhirnya malam itu, mendapatkan Muhammad menghampiri Ka'bah. Umar masih dengan gumannya sendiri, sembari mengawasi bayangan Nabi.
"Bukankah orang ini biang kerok dari semua masalah? Penyebab kegoncangan keluarga dan membuat banyak orang-orang seperti tersihir?" Dan kali ini, Ia justru berjalan dengan tenanganya menuju Ka'bah, seolah-olah tak punya rasa takut. Umar semakin jengkel. Ia berkata-kata sendiri.
"Umar! Bukankah engkau orang yang paling berani sekota Mekah? Juga tidakkah Engkau membenci Islam? Terlebih pada orang yang menjadi sumbernya? Yang sekarang justru dengan tenangnya mendekati Ka'bah. Karena itu, buatlah perhitungan Umar!"
Umar, mengendap mengikuti arah Nabi. Kata-kata Ummu Abdullah kembali mengiang di telinganya.


Mengitip di Ka'bah

Begitu Umar melangkah memasuki Masjidil Haram, Nabi Muhammad SAW sudah berada di sana melaksanakan Shalat. Beliau menghadap ke Utara, arah Jerussalem. Sebenarnya Umar hingga saat itu belum pernah mendengar ayat-ayat Quran, yang menurut cerita orang-orang mengandung kekuatan. Hanya buruk sangka yang menyelemutinya selama ini. Tapi, rasa ingin tahu muncul juga dalam dadanya. Ia menarik tirai pada Ka'bah dan bersebunyi disitu.
"Kata-kata apa gerangan yang akan keluar dari mulutmu Muhammad? Bicaralah!" Gumamnya disertai gercikan gigi pertanda marah. Tiba-tiba, seperti jawaban, suara Nabi membedah keheningan malam. Beliau membaca Surah Al Haqqah. "Hari kepastian!". Apakah hari kepastian itu? Dan, apa yang boleh menyadarkan kamu tentang hari kepastian? (QS Al-Haqqah).

Umar maju selangkah, konsentrasi penuh, tak ingin tertinggal sepenggal kata pun. Tertegung oleh keindahan dan keagungan Alquran yang dibaca oleh Nabi. "Sungguh, kalimat-kalimat itu menakjubkan, ia mengandung kekuatan", sahutnya. Umar mencoba mengerti maknanya, lalu terbetik dalam pikirannya "Kedengarannya seperti syair, yah... syair yang punya kekuatan. Syair berkekuatan inilah yang telah menyesatkan orang-orang Quraish".

Umar yang terbawa oleh pikirannya sendiri kembali tersentak oleh suara Nabi yang melantunkan:
"Sesungguhnya Alquran itu adalah benar-benar wahyu yang diturunkan Allah kepada RasulNya yang mulia. Alquran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."

Umar terpana. "Apakah orang ini mampu membaca pikiran orang lain? Oh... jika demikian, maka ia adalah tukang tenung. Tukang tenunglah yang bisa tahu kata hati orang lain".

Kembali suara Nabi menghentak Umar. "Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ini adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Sekiranya Dia, Muhammad, mengadakan/menambah perkataan atas nama Kami. Niscaya benar-benar Kami beri tindakan sekeras-kerasnya, kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya". (QS 69:42-46).

Tak pernah sebelumnya Umar dihadapkan pada kondisi yang demikian krusial. Semua prasangka dan argumennya tak berdaya. "Jika Muhammad berbohong, jika Ia tak menerima wahyu dari Tuhan, maka Tuhannya pasti telah membinasaknnya", pikir Umar. Umar tak tahan lagi, Ia merasa kalah. Lemas, lalu membalikkan badannya parlahan kemudian pulang menyusuri padang pasir ke rumahnya.

Jalan-jalan kota Mekah yang semakin sepi menyertai perang yang sedang berkecamuk dalam benak dan hati Umar. Ia merasa kesal sekaligus memandang bahwa ketakbedayaannya menghadapi kekuatan Kalimat-kalimat Quran sebagai kelemahan baginya. Karenanya, Umar kembali marah. Akan tetapi Umar juga tahu dan sadar bahwa Muhammad adalah orang yang ikhlas, orang yang punya integritas, yang ajarannya jauh melampaui ajaran yang Umar pernah dengar sebelumnya. Umar memasuki rumahnya dengan pikiran yang berkecamuk.


Rumah Arqam

Kaum minoritas muslim yang sebagian besar penganut baru sering dianiaya. Mereka sulit melaksanakan ajaran agama secara terbuka, juga tak boleh shalat di Ka'bah. Sementara itu, markas Besar Rasul, dimana ia sering memberi pengajaran pada shahabatnya, berlokasi di sekitar bukit Shafa, di rumah Arqam. Orang-orang muslim mengunjungi tempat ini, belajar Alquran dan bahkan kadang-kadang nginap beberapa hari. Selain ditempa di Rumah Arqam oleh Rasul, orang-orang muslim saling mengujungi antar sesama. Rumah Rasul, tentu saja juga menjadi bagian yang sangat penting. Penganut senior mengajari penganut yang baru.

Suatu pagi di kediaman Rasul, suasana begitu mengharukan. Kabar sampai ke pihak mereka bahwa Abu Jahl, musuh besar islam yang lain, bersama Umar, sedang merencanakan rangkaian penganiayaan terhadap penganut Islam. Karena itu, sebagian yang hadir di rumah Rasul ketika itu hanya ada dua pilihan, yakni bersembunyi atau disiksa. Salah seorang di antara mereka berucap,
"Masalahnya tidak cukup jumlah kita untuk mengadakan perlawanan, lihatlah! Lagipula, beberapa di antara kita adalah bekas budak, dan sebagaian besar masih terlalu muda. Apa yang kita bisa lakukan melawan kaum Quraish yang besar? Sebenarnya kita butuh orang-orang kuat di antara kita."

Yang lain senyum sedih, tetapi setuju, mendengar ungkapan itu. Nabi yang berada di tengah mereka, perlahan menegadahkan tangan sambil berdoa, "Ya Allah, Tunjukilah kami dan Kuatkanlah Islam. Beri petunjuk Abu Jahl Ibnu Hisyam atau Umar Ibnu Khattab. Ya Allah, siapa pun dari keduanya yang Engkau cintai, tunjuki ia ke Islam. Semua yang hadir mendengar doa itu, dan menirukannya dalam hati. Seketika Rasul selesai berdoa, serentak terdengar ucapan, Aamin.


Kegoncangan Umar

Sementara itu, Umar kelihatan semakin galak. Apa yang disaksikannya di Ka'bah malam itu senantiasa lengket dalam benaknya, menghantuinya, hingga kadang-kadang menjagakannya dari tidur. Suatu malam, ia tak tahan lagi, puncak amarah menembus ubun-ubunnya. Ia memutuskan untuk segera saja menghabisi jiwa orang yang dianngapnya biang kerok. Segera ia mengambil pedang, menghunusnya, lalu keluar rumah. Sisa purnama masih ada. Orang-orang sepanjang jalan sulit untuk tidak mengenali Singa padang Pasir yang lagi geram ini.

Tak lama kemudian, ia berpapasan dengan sepupunya Nu'aim ibnu Abdullah Annahm. Mata Nuaim hampir silau oleh pedang Umar yang mengkilat terhunus. Nu'aim yang agak gugup mencoba tetap diam. Tapi kemudian bertanya dengan lembut,
"Hendak kemana Umar?"
Umar yang di puncak amarah, setengah berteriak,
"Kemana!?... ha!! masih tanya juga! kemana lagi kalau bukan untuk menghabisi orang yang selama ini menjadi biang kerok, orang yang telah menghina agama nenek moyang Quraish serta merendahkan Tuhan-tuhan kita."

Nuaim diam. "Orang itu tak akan menghina lagi", sambung Umar sembari menebaskan pedangnya ke udara. Orang-orang yang rumahnya di pinggiran jalan hanya kuasa mengintip dari balik jendela. Sementara Nuaim kendati gugup punya keberanian menimpali,
"Siapa yang mengajarimu bahwa Kamu dapat membunuh Muhammad dengan mudah? Apa Kamu pikir, kalo berhasil membunuhnya lalu kamu bisa bebas begitu saja? Apa Kamu tidak sadar akan jumlah darah balasan yang akan dimintakan oleh pihak Banu Hasyim terhadap banu kita, banu Abi?"

Keduanya, kelihatan sedang beradu argumen. "Aku tahu sekarang! Engkau juga sudah tersihir oleh Muhammad", balas Umar.
"Mendekatlah ke sini, akan kuobati engkau dengan pedang ini", lanjut Umar.
"Engkau tertipu", kata Nuaim menimpali. "Ternyata Engkau tak tahu bahwa saudaramu sendiri seorang muslim. Yah... Fatimah dan Suaminya, Said jauh lebih bijaksana dari pada Engkau. Mereka berdua tidak dungu untuk berpegang teguh pada ajaran jahilliyah begitu mereka mendengar kebenaran."

"Bohong!", bantah Umar. Ia kemudian merubah arah jalannya, menuju rumah saudaranya itu. "Jika demikian, maka merekalah yang harus mampus lebih dulu", ketusnya. Jarak ke rumah Fatimah cukup jauh, karena itu amarah Umar sempat mereda sesampai di depan pintu. Ia mendengar penghuni rumah sedang membacakan Ayat-ayat Quran. Sejenak Umar berhenti. Lalu diketuknya pintu agak keras. Seisi rumah, Fatimah, suaminya Said dan Habbab, pembimbing mereka, berhenti membaca Quran.
"Siapa di luar?", tanya Fatimah.
"Umar ibnu Khattab!"

Mendengar suara itu, Habbab gugup lalu menuju ke kamar, bersembunyi.
"Cepat, sembunyikan rontal itu", bisik Said. Fatimah kemudian memasukkannya ke dalam gaungnya. Umar kembali mengetuk dengan ketukan yang lebih keras. Said membuka pintu, dan tampak olehnya Umar dengan pedang terhunus.
"Kalian sedang apa? Kamu pikir saya tak mendengarnya?", gertak Umar.

"Tidak ada apa-apa", jawab Fatimah tenang. "Kami sedang ngobrol biasa. "Umar naik pitam, "Bohong! Pengecut!" katanya. "Saya tahu bahwa kamu ikut tersihir". Fatimah dan Said saling berpandangan. Lalu Said kemudian berujar, "Kini Umar telah tahu, tak ada yang patut disembunyikan. Tapi ketahuilah Umar, kebenaran itu bukan seperti yang Anda pahami".

Ucapan ini keterlaluan bagi Umar. Ia marah, dan mencoba menyerang Said. Umar terlalu kuat, Said terjatuh. Menyaksikan itu, Fatimah menghentak Umar, dengan sekuat tenaga mencoba membela Suaminya, sekaligus saudara Muslimya.

"Lepaskan Dia!" Merasa terhalangi, Umar menampar saudara perempuannya sendiri. Pipi Fatimah merah, tapi ia menantang Umar, "Hai musuh Allah!", katanya. "Engkau membenci kami hanya karena kami beriman?" "Benar", kata Umar. " Sekarang, lakukan apa saja yang kau mau", Suara Fatimah menyambar bagai petir. "Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah. Engkau tak kuasa mengubah keyakinan kami. Apapun yang terjadi, kami tak akan pernah meninggalkan Islam. Umar terkesan mendengar keteguhan hati saudarinya itu, amarahnya seperti tersiram salju. Perlahan-lahan, Umar mereda.

Kemudian dengan suara perlahan, ia berkata, "Baiklah Saudariku! perlihatkanlah padaku apa yang sedang kalian baca! Sekiranya ia mengadung kebenaran, apa salahnya engkau memberi tahu aku."

Fatimah ragu, ia memandang suaminya. "Saya berjanji tak akan membuangnya", tambah Umar. "Akan Aku kembalikan", Umar meyakinkan. "Baiklah!", sahut Fatimah. "Tapi, basuh duluh wajahmu dengan air, Engkau tidak dalam kondisi membaca ayat suci".

Umar kemudian menuju mengambil air, Habbab keluar dari kamar berbisik,
"Bagaimana engkau percaya pada orang yang demikian keras dan kejam?" "Aku tahu karakter saudaraku", jawab Fatimah. Malah saya punya harapan besar bahwa Allah akan memberinya petunjuk. Habbab, meyaksikan Umar, kembali bersembunyi. Dengan doa dalam hati, Fatimah menyerahkan ayat Al-Quran itu pada saudaranya.

Umar membaca:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah. Dan Dialah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang zhahir dan Yang Bathin; Dan Dia maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah lah dikembalikan segala urusan. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha mengetahui Segala isi hati. (QS Al-Hadiid 57:1-6)

Umar tertegun akan keagungan ayat-ayat suci itu. Segera ia insyaf akan kekeliruannya selama ini. Mata hatinya kini terbuka, tak mungkin ada Tuhan lain selain Allah. Muhammad kini diakuinya sebagai benar-benar Nabi. Kata yang pertama terucap baginya setelah membaca,
"Cepat! Dimana Muhammad? Beri tahulah aku!" Ipar dan saudarinya berdiri. Habbab yang keluar dari persembunyian berbisik pada Said, "Apakah ini menunjukan bahwa Doa Nabi terkabul?" Said diam saja, sembari memberi kode pada Fatimah, untuk memberi tahu di mana Nabi.

Pedang yang terhunus sejak awal disarungkan kembali oleh Umar. Ia kemudian menuju Rumah Arqam. Di dalam, Nabi dan para shahabat sedang duduk, Hamzah dan Talha berjaga di depan pintu. Umar mengetuk. "Siapa di luar?", tanya Talha. Umar memberi respons, dan seketika suasana terdiam. Melihat gelagat para shahabat seolah ketakutan, Hamzah berucap, "Kenapa takut? Mungkin ia datang dengan maksud baik, untuk memeluk islam. Kalau tidak, tak soal, kita dengan mudah bisa meringkusnya."

Ia kemudian memberi isyarat pada Talha untuk membuka pintu. Umar melangkah masuk. Hamzah dan Talha memegang tangan Umar dan membawanya menuju Nabi. Tapi, Nabi meminta mereka berdua untuk membiarkan Umar. Umar tak melangkah lagi. Nabi mendekat, Beliau membisiki Umar meletakkan pedang. Umar tak kuasa menolak, ia pasrah, bahkan berkesan tak bergerak. Nabi lalu angkat bicara, "Umar! Tinggalkanlah perbuatan maksiat, sebelum murka Allah menimpamu. Umar, terimalah Islam. Allah, beri dia petunjuk."

Umar hanya bisa menjawab, "Apa yang seharusnya saya ucapkan?" Hamzah pun bicara, "Persaksikan bahwa Tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah". Umar menoleh ke arah Hamzah, lalu ke arah Nabi, kemudian Umar berucap,
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Engkau Muhammad adalah Rasul Allah".

Mendengar deklarasi itu, para shahabat serentak berucap, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar". Belum semenit memeluk Islam, Umar menambah kekuatan pada barisan kaum muslimin. Dukungannya terhadap Islam begitu antusias, melebihi antusiasnya ketika sebagai musuh. "Ya Rasulullah, kita harus memperjuangkan kebenaran ini sekarang juga?" Ya, tentu saja, jawab Nabi SAW. Kalau begitu, mari kita keluar memproklamirkan keyakinan kita ini secara terbuka, Ayo! Kita shalat di depan Ka'bah".

Rasulullah mengiyakan. Para shahabat kemudian berbaris dua menuju Ka'bah yang satu dipimpin oleh Umar, lainnya lagi oleh Hamzah, keduanya adalah pemimpin Makkah yang sangat disegani. Antusiasme keislaman Umar dibuktikan dengan mendatangi beberapa pemimpin utama kaum Quraish, termasuk paman Nabi sendiri, Abu Jahal. Bukan itu saja, Ia bahkan mendatangi kerumunan kaum kafir seorang diri memproklamirkan keislamanya. Orang yang berani mempersalahkannya dihadapinya semua. Tapi, memang inilah yang diharapkan Umar. Keislaman Umar mengubah peta kekuatan Kota Mekah. Kaum kafir quraish tak semena-mena lagi melakukan penganiayaan terhadap kaum minoritas muslim.
Read More..........

KATA BIJAK UMAR BIN KHATTAB

Umar bin Khotob: “duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan segala sesuatu lebih berfaedah.” (Tahfdzib Hilyatul Auliya I/71)

Umar bin Khotob: “Kalau sekiranya kesabaran dan syukur itu dua kendaraan, aku tak tahu mana yang harus aku kendarai.” (Al Bayan wa At Tabyin III/ 126)

Umar bin Khotob: “Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.” (Ihya’ Ulumuddin 4/203)

Umar bin Khattab: “Hendaklah kalian menghisab diri kalian pada hari ini, karena hal itu akan meringankanmu di hari perhitungan.” (Shifatush Shafwah, I/286)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. ~ Khalifah ‘Umar

Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku. ~ Khalifah ‘Umar

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah.Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Barangsiapa takut kepada Allah SWT nescaya tidak akan dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut pada Allah, tidak sia-sia apa yang dia kehendaki. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya. Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina. Orang yang mencintai akhirat, dunia pasti menyertainya.

Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Manusia yang berakal ialah manusia yang suka menerima dan meminta nasihat.-Umar bin Khatab-

Barangsiapa yang jernih hatinya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata di wajahnya.-Umar bin Khatab-

Barangsiapa menempatkan dirinya di tempat yang dapat menimbulkan persangkaan, maka janganlah menyesal kalau orang menyangka buruk kepadanya.-Umar bin Khattab-

Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah-lembut.-Umar bin Khattab-

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.-Umar bin Khatab-

Didiklah anak-anakmu itu berlainan dengan keadaan kamu sekarang kerana mereka telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan zaman engkau.-Umar bin Khattab-
Read More..........

Rabu, 04 Juli 2012

Jangan Pernah Mencerca Bangsa Sendiri

Banyak orang mengaku sebagai tokoh bangsa, elit bangsa, namun kerjaannya hanya mengkritik tanpa memberikan solusi. Banyak orang berbicara mengenai kebangsaan dan nasionalis, tapi tidak pernah menunjukan perilaku mecintai bangsa. Bisanya omdo alias ngomong doang. Untuk apa mengkritik, kalau hanya untuk menjelekkan bangsa sendiri. Untuk apa berkoar soal nasionalisme, kalau tidak pernah merasa bangga sebagai bagian bangsa Indonesia.
 
HR mengatakan, “Jangan pernah mencerca bangsa sendiri.” Kalimat pendek dari seorang HR itu sebenarnya menjadi sindiran untuk orang-orang yang suka berkoar. Katanya sih mengkritik, tapi ujung-ujungnya menjelekkan pemerintah, memojokan penguasa, mencari borok-borok kekuasaan. Dalam demokrasi, mengkritik itu boleh, memberikan masukan itu sah-sah saja. Tetapi ketika kritik hanya dijadikan alat untuk menjatuhkan pemerintahan atau lawan politik di pemerintah, itu tidak sehat.
Suatu ketika ada seorang elit politik yang mengaku sebagai tokoh bangsa menyatakan malu menjadi orang Indonesia. Dia berkoar-koar lewat media. Orang ini mungkin tidak sadar bahwa dia hidup di Indonesia, mencari makan di Indonesia, membangun bisnis di Indonesia, dan menghidupi  keluarganya  di  Indonesia.  Bagaimana  dia bisa berkata ‘malu’, sementara mobil yang dipakai, rumah yang ditempati, perusahaan yang dijalankannya berada di Indonesia.
 
Kembali lagi pada pernyataan HR ‘jangan pernah mencerca bangsa sendiri’. Sebagai orang Indonesia, apa yang dikatakan HR sebagai tokoh bangsa dan pejabat publik merupakan sebuah wawasan kebangsaan. Jangan mencerca, artinya kita harus mencintai bangsa Indonesia. Apa pun kondisinya, siapa pun pemimpinnya, kita harus cinta Indonesia. Ketika memberikan sambutan di Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu, HR menegaskan bentuk cinta itu bisa dilakukan dengan kerja keras, tidak gampang menyerah dan mensyukuri segala apa yang dimiliki Indonesia. Cinta, kerja keras, pantang menyerah merupakan bentuk lain dari sikap nasionalis.
 
Dalam konteks kebangsaan, apa yang disampaikan HR merupakan bentuk pemikiran seorang tokoh bangsa yang melihat Indonesia dengan hati. Sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, HR bekerja all out untuk membangun ekonomi Indonesia. Padahal dia seorang teknokrat, namun dengan semangat kerja keras, pantang menyerah, perekonomian Indonesia berhasil diangkat, sehingga disegani oleh dunia. Dalam 5 tahun terakhir atau sejak Menko Perekonomian dipegang HR, pertumbuhan ekonomi Indonesia paling stabil di kawasan Asia.
 
Menteri Pendidikan Nasional, M. Nuh bahkan mengatakan seorang teknokrat seperti HR, mampu mengalahkan para ekonom. Dalam sebuah perbincangan tidak resmi dengan beberapa wartawan, HR mengatakan kunci dari keberhasilan membangun ekonomi Indonesia adalah kerja keras. Selain kerja keras, sikap nasionalis HR yang selalu ditunjukkan dengan membanggakan Indonesia di kepada dunia luar, forum internasional dan pertemuan pemimpin dunia.
 
Dalam banyak kesempatan, lepas dari posisinya sebagai Menko Perekonomian, HR tidak pernah malu untuk mempromosikan Indonesia sebagai tempat yang indah, nyaman dan kondunsif untuk berinvestasi. Dalam kondisi terpuruk sekalipun, HR tak pernah menjelekkan Indonesia di mata dunia dan relasi internasional. Nah, kalau mau menjadi tokoh bangsa, sikap HR ini seharusnya ditiru oleh tokoh lain. Jangan hanya bisa berkoar di dalam negeri, sementara kalau dihadapkan dengan dunia internasional, selalu tidak punya nyali untuk membanggakan Indonesia.
 
Kalau semua pejabat Negara, para elit politik dan mereka yang selalu mengaku tokoh bangsa itu mau melakukan seperti apa yang dikerjakan HR, insya Allah dan hakul yakin Indonesia pasti akan menjadi bangsa yang besar, disegani dunia internasional. Kalau bukan kita yang mencintai dan membanggakan Indonesia, lalu siapa? Tidak mungkin orang Malayasia, Jepang, China atau Amerika Serikat membanggakan Indonesia. Jangan sampai kecintaan terhadap Indonesia luntur, karena itu sama saja mematikan Indonesia. Semoga HR bisa menularkan sikap kebangsaannya kepada tokoh lain. Indonesia perlu orang-orang seperti HR, yang punya wawasan kebangsaan dan kecintaan yang tinggi terhadap Indonesia yang kita cintai ini.
Read More..........

Capai Target Dua Digit, PAN Sumut Bentuk KPPW

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara membentuk Komite Pemenangan Pemilu Wilayah (KPPW), guna mencapai target perolehan suara dua digit di Pemilu 2014. Pembentukan KPPW DPW PAN Sumut ini berdasarkan intruksi DPP PAN. Hal itu dikemukakan Ketua KPPW PAN Sumut yang juga Anggota DPRDSU dari Fraksi PAN, Muslim Simbolon MA kepada wartawan di gedung dewan Jalan Imam Bonjoil Medan, Selasa. "Berdasarkan hasil rapat pengurus harisn DPW PAN Sumut , Senin (18/6) malam, saya diamanahkan menjadi Ketua KPPW PAN Sumut,dengan Sekretaris Arifai Tambunan dan Bendahara Zuraidah,"kata Muslim Simbolon.

Muslim Simbolon juga Wakil Ketua DPW PAN Sumut mengatakan, pihaknya akan melakukan penyusunan kepengurusan KPPW PAN Sumut sebanyak 30 orang yang terdiri dari pengurus DPW dan kader PAN Sumut. Sedangkan Penasehat KPPW PAN Sumut yakni, Ketua DPW PAN Sumut, H Syah Afandin SH, Sekretaris dan Bendahara DPW PAN Sumut, Drs Parluhutan Siregar dan H Usman Hasibuan.

Sesuai tupoksin

Muslim Simbolon juga menjelaskan, tujuan dibentuknya KPPW PAN Sumut tugas dan fungsinya (tupoksinya) untuk menggawangi dan mempersiapkan seluruh perangkat kesiapan PAN dalam menghadapi pertarungan Pemilu 2014. "Jadi dibentuknya KPPW yang sesuai intruksi DPP PAN ini juga tujuan utamanya semata-mata untuk mencapai target dua digit yang telah diputuskan pada Rekernas PAN.

Dia juga menekankan, dengan dibentuknya KPPW PAN Sumut ini, maka diharapkan dan kita bertekad akan memenangkan suara PAN di Sumatera Utara.Muslim juga menjelaskan, adapun perangkat dibentuknya KPPW PAN Sumut yakni pengaturan logistik, saksi, juru kampanye (jurkam), rekrutmen calon legislatif (caleg), hingga pengamanan suara PAN di Pemilu 2014.

Untuk itu, lanjut Muslim Simbolon yang juga wakil rakyat asal pemilihan daerah Kabupaten Asahan, Batubara dan Kota Tanjungbalai ini, pihaknya akan segera menyusun komposisi kepengurusan KPPW PAN Sumut dengan mengakomodir seluruh potensi kader dalam melaksanakan seluruh tugas-tugas pemenangan Pemilu 2014. Bahkan, lanjut dia, pihaknya juga akan segera melakukan kordinasi kepada DPD PAN se Sumut untuk segera melakukan penyusunan KPPD di daerahnya masing-masing
Read More..........
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...