Jumat, 08 Juli 2011

Presiden Republik Indonesia ke-2: Jend.Soeharto

Seorang Pengamat Asing pernah berkelakar, “Pada tanggal 1 Oktober 1965, di Indonesia hanya ada seorang jenderal. Sisanya Kopral..,anda pasti bertanya-tanya siapakah sosok yang dituju tersebut. Soeharto, ya Soeharto!. Kelakar tentu tinggal kelakar, tetapi tanggal bulan dan tahun yang saya sudah cantumkan tadi memang salah satu hari yang paling menentukan dalam sejarah Republik Indonesia.
Soeharto adalah seorang anak petani di Yogyakarta yang pernah menjalani hidup sebagai “Serdadu Profesional” selama 25 tahun. Gerakan 30 September 1965 telah meremehkan Panglima Kostrad ini, bahkan, namanya tidak masuk dalam daftar jenderal yang akan dibantai. Beliau berpikir mungkin inilah hal yang paling fatal dari serangkaian kronologis mereka.
Soeharto adalah perwira tinggi yang nyaris tersisih dari hiruk pikuk publisitas. Bahkan saya pernah membaca satu pernyataan dari salah seorang penulis riwayat hidupnya, beliau melontarkan “sebelum taggal 1 Oktober 1965, nama Soeharto tidak berarti apa-apa bagi dunia, khususnya bagi kebanyakan orang Indonesia. Kemudia beberapa penulis yang gemar sensasi memberikan selubung momentum. Sederet lontaran yang ketika dibaca oleh kita akan terbaca penuh mistis yang tidak terlalu bisa dipahami sehingga harus kita artikan lebih jauh lagi (saya tidak akan menulis apa kalimatnya).
Soeharto sendiri memberi keterangan yang jauh dari romantisme, responris yang mungkin lebih ada seluk-beluknya atas apa yang beliau alami sendiri. Beliau pernah bercerita pada malam nasihat momentum mistis itu, beliau berkata bahwa memang ada kejadian buruk yang menimpa anaknya (Tommy Soeharto), sehingga membuat beliau harus pergi untuk menjenguk Tomi dan pada tengah malam pun beliau meninggalkan rumah sakit, langsung pulang kerumah dan terus tidur. Pukul 05:30 pagi, Soeharto dibangunkan Mashuri SH. Sekretaris rukun tetangga itu meneruskan berita dari mulut ke mulut; konon ada kejadian luar biasa di sekitar rumah Jenderal Nasution dan Jenderal Haryono.
Soeharto segera diterpa firasat buruk. “Saya terus menyetir jeep sendiri, karena tidak ada supir waktu itu.” Kisahnya bertahun-tahun kemudian. Lalu, beliau pergi ke markas besar Kostrad. Bahkan, cerita sesudah itu telah lama dimaklumi dan menjadi bagian sejarah.
Soeharto adalah anak tunggal dari pasangan Sukirah dan Kertoredjo. Lahir di Daerah Kemusuk, Argamulya Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921. Karirnya sebagai tentara dimulai di Sekolah Militer di Gombong tahun 1940. Beliau menjadi prajurit teladan, dan dalam waktu yang luar biasa singkat, naik pangkat menjadi sersan. Tatkala Jepang mendarat di Jawa, Soeharto dan temannya menyingkir dari KNIL. Pada zaman Jepang, beliau mendaftarkan diri sebagai sukarelawan “Keibuho” (Pasukan Kepolisian Jepang). Kemudian pindah ke PETA, atas nasihat atasannya, Soeharto mencapai pangkat “Shodancho” (Komandan Pelopor). Tanggal 5 Oktober 1945, Soeharto resmi masuk TNI. Umurnya ketika itu 24 tahun. Karirnya semakin meningkat dengan berbagai jabatan dan tugas. Pernah sekali mengawal Panglima Besar Soedirman. Menjadi komandan dan memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 yang mengilhami pembuatan film Enam Jam di Yogya’1950 dan Janur Kuning’1980.
“Gempa” politik yang terjadi akhir 1965 awal 1966 menampilkan bekas Panglima Mandala ini ke latar depan Sejarah Bangsa. Beliau dengan tangkas mengambil alih pimpinan Angkatan Darat, yang lowong dengan tewasnya Jenderal Ahmad Yani. Lalu mulailah operasi yang gencar dan sistematis, yaitu menumpas Orde Lama. Lewat prosedur konstitusional dengan proses, Soeharto melangkah ke pusat kekuasaan. Pada tanggal 11 Maret 1966, diperolehnya Supersemar dari Presiden. Pada hari berikutnya, Soeharto menandatangani keputusan membubarkan PKI. Pada tanggal 12 Maret 1967, Sidang istimewa MPRS menunjuk beliau sebagai penjabat Presiden. Setahun kemudian, pada tanggal 27 Maret 1968, beliau dilantik menjadi Presiden. Era Soekarno ternyata juga tenggelam ke dalam senja sejarah.
Soeharto menepiskan politik yang kita sebut dengan istilahnya “Mercusuar” dari masa lampau, dan mendandani ekonomi dalam negeri. Para teknorat diangkatnya menjadi Menteri dan pembantu dekat. Semua diberi kesempatan untuk menunjang sebuah pembangunan.
Dalam perjalanan-perjalanan beliau ke luar negeri, Soeharto tidak tampil sebagai seorang pemimpin bangsa yang penuh gaya. Beliau miskin kelakar, justru lebih banyak menyuguhkan adegan serius. Memperbaiki letak kelewang seorang anggota barisan kehormatan, atau menggunakan topi orang indian, itu semua tidak bisa diharapkan dari Soeharto -(Grapitipers). Dalam menerima tamu asing, Soeharto selalu didampingi penerjemah. Beliau bukan tdk bisa berbahasa asing “Soeharto hanya ingin menghargai bahasa Indonesia, sama seperti orang Jepang atau Perancis”, tutur salah seorang penterjemahannya. Soeharto sangat lancar berbahasa Inggris.
Banyak yang dipelajari Soeharto dari Era Soekarno. Jenderal ini tak mengalami “pembengkakan” yang berarti pada masa pemerintahannya, dibanding pemberontakan demi pemberontakan di zaman Orde Lama. Perihal kebebasan mengeluarkan suara disinggungnya 2 kali berturut-turut dalam pidato kenegaraan, tanggal 16 Agustus 1968-.1969. “Demokrasi bukan sekedar kebebasan mengeluarkan suara, dan Demokrasi bukan sekedar kebebasan berbuat”,katanya. “Demokrasi yang sehat memerlukan sikap mental yang dewasa dan rasa tanggung jawab yang besar.” Wayang Kulit memang merupakan tontonan kegemarannya. Tak suka minuman keras. Menyenangi masakan Jawa dengan bumbu agak pedas.
Dari Republik Indonesia, Soeharto menerima sekitar 24 bintang dan tanda kehormatan, dan dari negeri lain sekitar 45 buah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...