Senin, 18 Juni 2012

TOR TOR TIDAK BUTUH PENGAKUAN MALAYSIA

Malaysia kembali mengklaim hasil kebudayaan asli Indonesia menjadi miliknya. Kali ini, negeri jiran itu akan memasukkan tari Tor-tor dan Gordang Sambilan sebagai peninggalan nasional mereka. Di Indonesia, dua kesenian itu dikenal sebagai kebudayaan masyarakat Batak, Sumatera Utara. Bahkan, tari Tor-tor selalu ditarikan dalam upacara adat masyarakat Batak. Namun kini, Malaysia dengan berani akan meregistrasi kebudayaan itu berdasarkan Bab 67 Undang-undang Peninggalan Nasional 2005.

Tor-tor bagi masyarakat mandailing mengandung banyak nilai dan makna, nilai tradisi leluhur, nilai historis bahkan nilai karakter yang ada dalam diri masyarakat mandailing. Dan yang menjadi agak aneh adalah ketika Komunitas Mandailing di Malaysia meminta saudara mereka di Indonesia memahami usulan soal tari Tor-tor masuk dalam warisan kebudayaan negeri jiran. Salah satu alasannya adalah agar Tari Tor-tor bisa lestari dan mendapat pengakuan negara, tidak hanya dipentaskan di rumah saja. "Kami sudah 200 tahun di sini, sebelum wujud Malaysia dan Indonesia, kami sudah ada di sini" kata mereka sehingga mereka menganggap perlu diakui juga oleh pemerintahnya dan hal itu bukanlah klaim malaysia.

Yang sedikit terlupakan oleh saudara kita yang berada di Malaysia adalah bahwa pemerintah Malaysia mencoba mendaftarkannya sebagai salah satu peninggalan nasional mereka. Hal yang sangat kontras jika mencoba membandingkan tarian barongsai di era Gus Dur yang memperbolehkan pertunjukkannya di Indonesia, dan mungkin saudara kita itu tidak mengetahui bahwa Indonesia tidak pernah menjadikannya sebagai peninggalan nasional karena memang tarian itu bukan lahir di Indonesia.

Dalam catatan sejarah menunjukkan bahwa masyarakat mandailing sudah sangat tersebar ke berbagai belahan dunia, menurut situs web Mandailing.org, masyarakat Mandailing merantau dalam gelombang besar ke pesisir barat Malaysia pada beberapa dekade pertama abad ke 19 akibat Perang Paderi, saat Indonesia belum lahir dan masih bernama Hindia Belanda yang merupakan wilayah jajahan Belanda. Hingga kini, keturunan orang-orang Mandailing masih banyak berada di wilayah negara bagian Negeri Sembilan, Perak, Pahang dan Selangor di Malaysia. 

Semisal migrasi orang jawa ke Suriname sehingga banyak budaya jawa menjadi bagian tidak terpisahkan dari negara itu, dan sekali lagi Suriname tidak juga menganggapnya sebagai peninggalan negeri mereka, tetapi dengan banyaknya kaum migran jawa di Suriname menjadikan budaya jawa ikut menjadi lestari tanpa harus mendapatkan pengakuan dari pemerintahnya 

Tor-Tor akan selalu hidup dan lestari selama masyarakat mandailing melestarikannya dimana saja tanpa perlu adanya pengakuan dari suatu negara.

Sedikit informasi tentang tari Tor-Tor 

Tari tor-tor bisa diiringi dengan iringan musik magondangi. Tarian ini dimainkan dengan dibarengi alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak. Bahkan, banyak masyarakat percaya tarian itu sebagai ritual yang berhubungan dengan pemanggilan roh. Roh tersebut dipanggil kembali dan masuk ke dalam patung-patung batu. Mereka percaya ini merupakan simbol penghormatan terhadap leluhur. Kemudian, patung-patung itu bergerak seperti menari, tetapi dengan gerakan kaku. Gerakan itu seperti gerakan kaki sedang jinjit dan gerakan tangan.

Pada perkembangannya, jenis tor-tor menjadi beragam. Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Mereka beranggapan, sebelum pesta dimulai tempat pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya.

Selanjutnya, ada tari tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).

Terakhir, ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah. Tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan Benua bawah.

Dahulu, tarian ini juga dilakukan untuk acara seremoni ketika orangtua atau anggota keluarganya meninggal dunia. Kini, tari tor-tor biasanya digunakan untuk acara acara seremonial di daerah Sumatera Utara dan dibeberapa daerah yang memiliki komunitas masyarakat mandailing.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...